Sabtu, 20 Januari 2018

PEMBERIAN KONSENTRAT SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN PADA SAPI PERAH

PEMBERIAN KONSENTRAT SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN PADA SAPI PERAH

OLEH : MUHAMMAD DARWIS, SP
PENYULUH PERTANIAN KAB. GOWA
I.      PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat besar manfaatnya dalam meningkatkan kecerdasan serta pertumbuhan  fisik anak selama masa pertumbuhan, di samping itu  sangat baik dalam menjaga stamina dan kekuatan bagi individu dewasa dan lanjut usia. Air susu merupakan minuman sehat yang mengandung protein sangat tinggi sehingga menunjang pertumbuhan keerdasan dan daya tahan tubuh.
Kebutuhan akan susu dalam negeri hingga saat ini sebagian besar masih  dipenuhi dengan susu impor. Produksi susu dalam negeri hanya mampu mrmasok sekitar 30 % dari kebutuhan dalam negeri, dan sisanya dipenuhi melalui impor dalam bentuk susu bubuk. Untuk menghadapi masalah  ini diperlukan upaya melalui produksi dalam negeri, antara  lain dengan meningkatkan populasi dan produktifitas sapi perah (Anonim, 2009).
Pengembangan usaha peternakan sapi perah di Sukawesi Selatan sangat berpeluang, melihat pangsa pasar yang masih sangat besar dan terbuka serta peranannya yang sangat vital dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Kandungan gizi yang lengkap dalam susu dan mudahnya dicerna oleh tubuh  kita menyebabkan susu menjadi bahan pangan yang sangat penting sebagai sumber gizi dalam rangka menunjang kesejahteraan keluarga dan kualitas manusia Indonesia. Selain itu, kondisi agroklimat wilayahSulawesi Selatan yang sangat sesuai dengan kebutuhan phisiologis sapi perah, ketersediaan lahan peternakan dan pakan serta pasar yang mendukung, menjadi factor pendorong usaha pengembangan sapi perah di wiayah ini.
Populasi sapi perah menurut data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang sampai pada 1 Mei 2010 mencapai 1.527 ekor dengan jumlah peternak 227 orang dan masih berpotensi untuk dikembangkan melihat potensi sumberdaya alam yang sangat mendukung serta animo masyarakat untuk memelihara ternak perah yang cukup tinggi.
Pada pemberian pakan, umumnya peternak memnberikan hijauan berupa rumput gajah serta dedak sebagai pakan tambahan, untuk menjaga stabilitas produksi susu dan kesehatan ternak. Pemberian pakan tambahan dalam bentuk konsentrat jadi nelum dilakukan secara optimal sehingga produksi air susu belu sesuai yang diharapkan.
Konsentrat jadi merupakan bahan pakan tambahan bagi ternak yang terbuat dari campuran dedak jagung, dedal padi, tepung tulang, tepung ikan, tepung kacang hijau, bungkil kelapa dan bahan lain yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan  ternak. Konsentrat jadi diberikan pada hamper semua jenis ternak, baik ayam ras, ayam Bangkok, itik, dan sapi atau kerbau. Bahan-bahan pembuatan konsentrat yang bersumber dari berbagai macam tanaman dan hewan menyebabkan kandungan gizi dalam konsentrat yang tinggi dan sangat berguna bagi tubuh ternak. Pada peternakan ayam petelur dan ayam pedaging, konsentrat menjadi pakan pokok yang sangat dibutuhkan sehinggga menyerap sebagian besar biaya produksi.
Untuk memperkenalkan pengaruh konsentrat sebagai pakan tambahan terhadap pertumbuhan dan produksi susu maka dilakukan penulisan karya tulis ini.
B.  Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dirumuskan adalah bagaimana pengaruh konsentrat sebagai pakan tambahan terhadap pertumbuhan dan produksi susu.
C.  Tujuan
Memperkenalkan pengaruh dari konsentrat sebagai pakan tambahan terhadap pertumbuhan dan produksi susu.
II.    TINJAUAN PUSTAKA
A.   Phisiologi Sapi Perah
Perkembangan usaha peternakan sapi perah di Indonesia, terus menibgkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan permintaan bahan pangan asal ternak, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat kesejahteraan rata-rata masyrakat serta kesadaran akan pentingnya susu sebagai salah satu sumber protein hewani. Sementara itu, produksi susu sapi dalam negeri masih sangat rendah dibandingakn dengan kebutuhan kita. Usaha lain yang ditempuh untuk memenuhi kebutuhan susu ini adalah dengan memanfaatkan susuyang terbuat dari kedelai. Namun demikian pasokan susu jenis ini belum mencukupi kebutuhan nasional, sehingga kita masih tetap saja kekurangan.
Menurut Hartutik ( 2008), bahwa pada Tahun 2005 Indonesia memiliki populasi sapi perah sebanyak 373.970 ekor dengan pasokan susu segar sebanyak 341.986 ton per tahun. Sedangkan kebutuhan susu dalam negeri  sebesar 1.427.000 ton. Dengan demikian maka Indonesia masih harus mengimpor susu sebesar 1.085.014 ton. Peluang inilah yang harus diperhitungkan oleh pemerintah dalam memprogramkan pengembangan peternakan sapi perah dalam negeri guna menuju swasembada susu pada Tahun 2015 yang dicanangkan pemerintah.
Secara fisiologis, sapi perah memiliki sifat yang sama dengan sapi potong. Sifat yang dimaksud adalah lama kebuntingan, siklus birahi, prinsip-prinsip reproduksi, fungsi bagian saluran cerna serta kebutuhan dan pemanfaatan nutrient. Pola pemeliharaannya juga sangat bervareasi, mulai dari peternakan yang memelihara beberapa ekor, sampai peternakan yang memelifara ratusan induk (Daisy, 2003)
B.   Faktor-faktor yang Mempengruhi Produksi Air Susu
Faktor-faktor yang mempengaruhi air susu sapi perah, baik volume airnya maupun komposisi kandungannya, secara garis besar ada 3 (tiga), yaitu : factor lingkungan, genetic dan manajemen (Saleh, 2004). Faktor lingkungan ditentukan oleh unsure-unsur lingkungan seperti : suhu lingkungan, kelembaban, fegetasi, ketersediaan pakan dan kebersihan. Factor gentik antara lain seperti jenis atau ras, keturunan (fereditas), tingkat laktasi, umur ternak, infeksi atau peradangan pada ambing, dan lain-lain. Factor manajemen seperti penyediaan pakan, prosedur pemerahan dan sebagainya.
Produksi air susu seekor sapi perah dapat dianggap mencapai kedewasaan  produksi pada umur kira-kira 5 tahun. Periode umur 5 – 10 tahun, volume produksi air susu   dalam suatu masa laktasi tidak banyak mengalami perbedaan yang mencolok. Pada periode tersebut produksi tertinggi dicapai pada saat sapi telah mencapai umur 6 – 8 tahun. Setelah mencapai umur 10 tahun produksi air susu mulai berkurang, bahkan kadang-kadang diikuti dengan adanya kesulitan di dalam melahirkan. Untuk itu, apabila sapi telah mencapai umur 10 tahun perlu dipersiapkan generasi pengganti sebagai usaha untuk peremajaan (Anonim, 1995)
Untuk lebh jelasnya, ketiga factor yang mempengaruhi produksi air susu sapi perah dan kandungannya, diuraikan lebih lanjut sebagai berikut;
1.    Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan memberikan pengaruh cukup besar terhadap tingkat produksi air susu sapi perah. Di antara sekian banyak komponen lingkungan, yang paling yata pengaruhnya adalah suhu dan berkaitan erat dengan kelembaban (Daisy, 2003).
Pengaruh lingkungan terhadap produksi dan komposisi air susu dapat dikomplikasikan dengan factor-faktor lain seperti nutrisi dan tahap laktasi. Bila factor-faktor seperti itu dihillangkan maka memungkinkan untuk mengamati pengaruh musim dan susu. Biasanya pada musim hujan kandungan lemak susu akan meningkat sedangkan pada musim kemarau kandungan lemak susu lebih rendah. Produksi air susu yang dihasilkan pada kedua musim tersebut juga berbeda. Pada musim hujan produksi air susu dapat meningkat karena tersedianya pakan yang lebih banyak dari musim kemarau. Suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi timbulnya infeksi bakteri dan jamur penyebab mastitis.
Penyediaan bahan makanan yang tidak mencukupi akan membatasi sekresi air susu, sebab mengingat sifat dari ternak sapi perah yang mampu mengorbankan berat badannya untuk keperluan berproduksi. Berat badan yang hilang ini tentu saja akan mengalami penggantian dari zat-zat makanan dalam ransum. Jadi sapi perah yang mendapatkan makanan yang sangat terbatas akan mencukupi kebutuhan hidup pokoknya dengan mengorbankan zat makanan yang diperlukan dalam laktasi (Anonim, 1995).
Jenis pakan dapat mempengaruhi komposisi air susu. Pakan yang terlalu banyak konsentrat akan menyebabkan kadar lemak susu rendah. Jenis pakan dari rumput-rumputan akan menaikkan kandungan asam asetat, sedangkan pakan berupa jagung atau gandum akan menaikkan asam butiratnya. Pemberian pakan  yang banyak pada seekor sapi yang kondisinya kering kandang dapat menaikkan hasil produksi air susu sebesar 10 – 30 %. Pemberian air minum adalah penting untuk produksi air susu, karena air susu terdiri dari dari 87 % air dan 50 % dari tubuh sapi teriri dari air.
Jumlah air yang dibutuhkan tergantung dari produksi air susu yang dihasilkan oleh seekor sapi, suhu sekeliling dan pakan yang diberikan. Perbandingan antara air susu yang dihasilkan dan air yang dibutuhkan adalah 1 : 36.  Air yang dibutuhkan untuk tiap hari bagi seekor sapi berkisar 37 – 45 liter (Saleh, 2004).
Adapun kebutuhan zat-zat makanan untuk tiap liter produksi susu yang harus terpenuhi dapat dilihat pada table di bawah ini ;
Lemak (kg)
Prdd (gr)
MP (gr)
Ca (gr)
P (gr)
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
0,043
0,046
0,049
0,052
0,056
0,059
0,062
0,3
0,3
0,3
0,4
0,4
0,4
0,4
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
Sumber : Anonim, 1995
Keterangan : Prdd   :  Protein dapat dicerna
  MP     :   martabat pati
  Ca      :   Calsium
  P        :    Posfor
Pada suhu lingkungan yang tinggi terlihat jelas dapat menurunkan produksi air susu dimana ternak sapi menurunkan konsumsi pakan, tetapi belum jelas apakah suhu dapat mempengaruhi produksi air susu (Saleh, 2004).. Di Indonesia temperature lingkungan yang mencapai 29 oC menurunkan produksi menjadi 10,1 kg/ekor/hari dari produksi sebesar 11,2 kg/ekor/hari jika temperature lingkungan hanya berkisar 18 – 20 oC. 
Makanan utama sapi perah adalah rumput atau hijauan, tetapi pemberian hijauan saja tidak cukup untuk produksi secara maksimal. Rumput di daerah tropis kurang dapat dicerna sehingga konsumsi zat makanan yang dapat dicerna oleh sapi perah menjadi rendah. Untuk mengatasi kekurangan tersebut maka diperlukan tambahan konsentrat. Kombinasi antara hijauan, terutama rumput gajah dan konsentrat dapat meningkatkan produksi air tetapi selalu menurunkan kadar lemak susu (Suherman, 2003) 
2.    Faktor Genetik
Genetik merupakan faktor individu yng diturunkan oleh orangtua kepada anaknya. Faktor ini bersifat baka, tak berubah dan sangat menentukan produksi dan kandungan air susu sapi perah selama masa laktasi. Oleh sebab itu kesanggupan untuk menghasilkan air susu sangat tergantung pada keadaan genetik ternak yang bersangkutan.
Pada umumnya, sapi perah yang berumur 5 – 6 tahun sudah mempunyai produksi air susu yang tinggi tetapi hasil maksimum akan dicapai pada umur 8 – 10 tahun. Umur ternak erat kaitannya dengan periode laktasi, makin tua umur sapi maka semakin tinggi pula produksi air susunya, demikian pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena keadaan fisik sapi yang berubah seiring pertambahan umurnya.
 Pada periode permulaan produksi air susu tinggi tetapi pada masa akhir laktasi produksi air susu menurun. Selama periode laktasi kanungan protein susu secara umum mengalami kenaikan, sedangkan kandungan lemaknya mula-mula menurun sampai bulan ketiga laktasi, kemudian naik lagi. Komposisi air susu berubah pada tiap tingkat laktasi dimana perubahan yang terbesar terjadi pada saat permulaan dan terakhir periode laktasi (Saleh, 2004)
3.    Faktor Manajemen
Manajemen yang baik dan sempurna merupakan kunci sukses bagi usaha peternakan sapi perah. Dalam hal ini termasuk perlakuan yang diberikan seorang peternak terhadap rangsangan, masalah pemerahan, lamanya kering kandang, pencegahan terhadap penyakit, frekuensi pemerahan, jarak perkawinan (service periode) dan jarak melahirkan (calving internal).
Perlakuan yang kasar dalam proses pmerahan akan menimbulkan rasa sakit dan rasa takut yang dapat mengakibatkan sapi menjadi stress, sehingga menimbulkan hambatan dalam proses pemerahan. Peristiwa semacam ini juga akan mengakibatkan sekresi     pembentukan air susu berikutnya terlambat, bahkan dapat kemerosotan produksi secara permanen bagi seluruh masa laktasi (Anonim, 1995)
Infeksi penyakit tertentu dapat mempengaruhi produksi air susu. Penyakit yang terinfeksi akan mempengaruhi denyut jantung sehingga peredran darah yang menuju  ke kelenjar susu terpengaruh pula (Anonim, 1995)
Panjang pendeknya masa kering kandang akan sangat mempengaruhi produksi dalam satu masa laktasi. Kering kandang atau masa istrahat  yang terlalu singkat akan menyebabkan produksi air susu pada masa laktasi berikutnya menjadi rendah. Masa istrahat yang normal  berlangsung 1,5 – 2 bulan (Anonim, 1995). Produksi air susu pada laktasi kedua dan berikutnya dipengaruhi oleh  lamanya masa kering kandang sebelumnya. Setiap individu sapi betina produksi air susu akan naik dengan bertambahnya masa kering kandang sampai 7 – 8 minggu. Meskipun demikian, menurut Sudono, dkk (2003),  masa kering kandang yang lebih lama lagi maka produksi akan bertambah lagi.
Jadwal pemerahan yang teratur dan seimbang akan memberikan produksi air susu yang lebih baik dari pada jadwal pemerahan yang tidak teratur dan seimbang, misalnya jarak pemerahan yang terlalu panjang atau pendek. Jarak pemerahan antara 8 jam dan 16 jam, hasilnya lebih rendah dari pada sapi yang diperah dengan jarak pemerahan antara 10 jam dan 12 jam (Anonim, 1995)
Pemerahan yang dilakukan lebih dari 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore hari, biasanya dilakukan terhadap sapi yang berproduksi tinggi. Sapi perah yang berproduksi lebih dari 20 liter per hari atau lebih dapat dilakukan 3 kali sehari, sedangkan yang berproduksi 25 liter per hari atau lebih dpat diperah 4 kali sehari. Peningkatan produksi air susu tersebut akibat pengaruh hormone prolaktin yang lebih banyak dihasilkan dibandingkan sapi umumnya (Sudono, dkk, 2003).
Pengaturan jarak perkawinan erat hubungannya dengan kelahiran seekor ternak dimana yang idealnya 13 bulan. Jarak antara dua kelahiran  yang terlampau panjang akan berakibat jelek dengan jarak kelahiran yang pendek. Panjang pendeknya waktu antara dua waktu kelahiran sangat bergantung pada cepat lambatnya sapi itu dikawinkan (Anoni, 1995).
Selang beranak yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Jika selang beranak diperpendek maka akan menurunkan produksi air susu sebanyak 3,7 % pada laktasi yang sedang berjalan yang akan datang. Jika selang beranak diperpanjang sampai 450 hari maka akan meningkatkan produksi air susu sebesar 3,5 % pada laktasi yang sedang berjalan atau yang akan datang (Sudono, dkk, 2003)
  
III.       KONSENTRAT
Konsentrat merupaakan makanan ternak penguat yang kaya karbohidrat dan protein seperti jagung, bekatul dan bungkil-bungkilan. Pakan konsentrat bisa dibeli dalam bentuk jadi  maupun dalam bentuk bahan makanan, misalnya dedak, bekatul jagung, tepung ikan, tepung darah. Konsentrat digunakan terutama pada saat pertumbuhan, pada masa kebuntingan maupun saat menyusui bagi induknya. Para peternak memberikan pakan hijauan bersama dengan konsentrat supaya semua zat-zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan, produksi dan reproduksi dapat terpenuhi (Anonim, 2008).
Penambahan konsentrat pada sapi bertujuan untuk meningkatkan nilai pakan dan menambah energy. Tingginya pemberian pakan berenergi menyebabkan peningkatan konsumsi dan daya cerna dari rumput atau hijauan kualitas rendah. Penambahan konsentrat tertentu dapat menghasilkan asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu, dapat juga bertujuan agar zat makanan dapat langsung diserap di usus tanpa terfermentasi di rumen, mengingat fermentasi rumen membutuhkan energy lebih banyak.
 Induk ternak  perah yang laktasi memerlukan perhatian yang lebih terutama tata laksana pemberian pakannya. Untuk memproduksi susu yang tinggi induk ternak perah akan mengeluarkan cadangan energy di dalam tubuhnya sehingga menyebabkan berat badannya akan turun. Pemberian pakan konsentrat harus ditingkatkan dengan pola pemberian yang baik untuk mempertahankan produksi susu dan untuk mengurangi laju penurunan berat badannya. Pemberian 1 kg konsentrat dapat menghasilkan 4  liter susu (Haryati, 2003).
Berdasarkan kandungan gizinya, konsentrrat dibagi dua golongan, yaitu:
-          Konsentrat sebagai sumber nergi, dan
-          Konsentrat sebagai sumber protein
Konsentrat sebagai sumber protein, yakni apabila kandungan proteinnya lebih dari 18 %   Total Digestible Nutrision (TDN) 60 %.
Ada konsentrat yang berasal dari hewan dan ada pula dari tumbuhan. Konsentrat yang berasal dari hewan mengandung protein lebih dari 47 %, mineral Ca lebih dari 1% dan P lebih dari 1,5% serta kandungan serat kasar di bawah 2,5 %. Contohnya tepung ikan, tepung susu, tepung daging, tepung darah, tepung bulu dan tepung cacing. Konsentrat yang berasal dari tumbuhan  kandungan proteinnya di bawah 47%, mineral Ca di bawah 1 % dan P di bawah 1,5% serta serat kasar lebih dari 2,5%. Contohnya tepung kedelai, tepung biji kapuk, tepung bunga matahari, bungkil wijen, bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit.
Konsentrat sebagai sumber energy apabila kandungan protein di bawah 18 %, TDN 60 % dan serat kasarnya lebih dari 10 %. Contohnya dedak, jagung, empok, polar (Tandilinting, 2002)

IV.  PENGARUH KONSENTRAT
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan di Desa Lebang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan terhadap 9 ekor sapi dengan parameter yang diamati adalah produksi susu setiap harinya dan efisiensi penggunaan pakan, diperoleh hasil bahwa pemberian konsentrat sebanyak 3 kg/ekor/hari menghasilkan produksi air susu optimal yaitu sebanyak 5 liter/ekor/hari. Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Haryati (2003) yaitu 4 kg/ekor/hari.
Fakta lain yang diketahui yaitu bahwa pemberian pakan berupa konsentrat sebanyak 3 kg/ekor/hari dan hijauan sebanyak 30 kg/ekor/hari adalah merupakan susunan ransum yang terbaik karena memberikan efisiensi pakan yang terbaik namun dengan biaya yang paling rendah.
Pengaruh konsentrat terhadap produksi susu disebabkan oleh kandungan nutrisi yang terdapat di dalam konsentrat sangat menunjang tersusunnya formula air susu di dalam tubuh sapi, terutama protein dan lemak. Sehingga adanya asupan gizi dari konsentrat ke dalam tubuh sapi memicu terproduksinya air susu. Adapun mengenai jumlah konsentrat sebanyak 3 kg/ekor/hari dimungkinkan oleh daya serap tubuh sapi terhadap pakan tambahan serta kemampuan tubuh sapi untuk memproduksi air susu yang bersesuaian dengan dosis tersebut.
Fakta mengenai efisiensi penggunaan pakan terbaik yang dihasilkan oleh susunan ransum berupa konsentrat sebanyak 3 kg/ekor/hari dan hijauan sebanyak 30 kg/ekor/hari kemungkinan disebabkan karena perbandingan kandungan nutrisi yang dihasilkan dari susunan ransum tersebut merupakan perbandingan terbaik, terutama antara protein dan serat, dimana protein dihasilkan dari konsentrat sedangkan serat dihasilkan dari hijauan. Protein dibutuhkan untuk membentuk air susu, sedangkan serat dibutuhkan untuk menghasilkan kalori yang dibutuhkan sebagai sumber energy bagi tubuh sapi sekaligus untuk membentuk jaringan tubuh yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya.
V.       KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpulan
Berdasarkan fakta ilmiah sebagaimana telah diuraikan di muka, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.    Pemberian konsentrat sebagai pakan tambahan pada sapi perah dengan dosis adalah 3 kg/ekor/hari dapat meningkatkan produksi susu, dengan produksi susu sebanyak 5 kg/ekor/hari.
2.    Pemberian ransum berupa konsentrat sebanyak 3 kg/ekor/hari dan hijauan sebanyak 30 kg/ekor/hari merupakan susunan ransum yang terbaik karena menghasilkan efisiensi pakan yang terbaik dan biaya pakan yang paling rendah.
B.   Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut
1.    Kiranya para peternak dapat memberikan konsentrat pada sapi perah mereka sebagai pakan tambahan
2.    Kiranya pemerintah dapat mensosialisasikan kepada seluruh masyarakat tentang inovasi ini demi untuk peningkatan produksi susu nasional dan peningkatan pendapatan peternak.
3.    Kiranya para Penyuluh Pertanian dapat memfasilitasi para peternak untuk menerapkan teknologi ini.

DAFTAR PUSTAKA
Adinda T, 2004. Manfaat Pemberian Feed Blok Suplement (FBS) yang Mengandung Minerasl Mikro, Penghambat Metan, Agen Defsaunasi dan Probiotik Lokal terhadap Peningkatan Kualitas Susu. Skripsi Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
Anonym, 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta.
……….., 2006. Undang-undang RI No, 16 Tahun 2006, tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Departemen Pertanian, Jakarta
Daisy R, 2003. Stress Panas pada Sapi Perah Laktasi. Makalah Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana. IPB, Bogor.
Hartutik, 2008. Strategi Manajemen Pakan untuk Meningkatkan Produksi Sapi Perah. http//pakan-ternak brawijaya.ac.id.

Saleh E, 2004. Dasar Pengolahan Susu Dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Sumatera Utara, Medan
Sudono, Fina dan SB Susilo, 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Suherman D, 2003. Kombinasi Rumput Gajah dan Konsentrat dalam Ransum terhadap Kualitas Produksi SusuSapi Perah Holstein. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Sutandi, 1980. Pengembangan Ternak Perah Ditinjau dari Segi Manajemen dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak, IPB, Bogor.
Tangdilinting, 2002. Teknologi Pakan Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Widodo dan Melleng A. Samad, 2008. Budidaya Usaha Ternak Sapi Perah. Tatalima Corporation, Malang..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar